Thursday, May 24, 2007

Perjuangan Bangsa Indonesia dalam Mempertahankan Kemerdekaannya

Pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, perjuangan bangsa Indonesia belum selesai. Bangsa Indonesia harus mempertahankan kemerdekaan dari berbagai ancaman, hambatan dan gangguan baik dari dalam maupun luar negeri. Berikut ini adalah beberapa peristiwa yang berhubungan dengan pendaratan pasukan Sekutu di berbagai wilayah di Indonesia.

Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya


Di Surabaya, teks proklamasi dimuat di Surat Kabar Soeara Asia pada tanggal 20 Agustus 1945. Para pemuda dan rakyat Surabaya melakukan berbagai usaha untuk menegakkan kemerdekaan di Surabaya. Usaha rakyat Surabaya ini mendapat halangan dari Jepang dan para Indo-Belanda yang ada di Surabaya.
Melihat gelagat yang kurang baik, rakyat Surabaya melakukan aksi penempelan poster dan plakat pada gedung-gedung di Surabaya. Pada tanggal 16 September 1945, para pemuda menyerbu gudang senjata milik Jepang dan merampas senjata tersebut.
Kejadian awal yang menandai pergolakan di Surabaya adalah terjadinya insiden di Hotel Yamato. Para pemuda menurunkan bendera Belanda yang berkibar di hotel tersebut. Mereka merobek warna biru pada bendera tersebut sehingga yang tertinggal hanya warna merah putih. Peristiwa di Hotel Yamato tersebut dikenal dengan Peristiwa Insiden Bendera.
Pada tanggal 25 Oktober 1945, pasukan Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby mendarat di Surabaya. Tentara Sekutu mendapat tugas untuk melucuti senjata serdadu Jepang. Namun, tentara Sekutu kemudian menyerang penjara Kalisosok pada tanggal 26-27 Oktober 1945 untuk membebaskan tawanan Belanda. Mereka juga menduduki pangkalan udara Tanjung Perak, Kantor Pos Besar dan objek vital lainnya.
Tindakan tentara Sekutu tersebut menimbulkan kemarahan rakyat Surabaya. Mereka kemudian menyerang seluruh pos tentara Sekutu di Surabaya pada tanggal 28 Oktober 1945. Dalam peristiwa tersebut, Brigardir Jendral Mallaby nyaris tewas. Para pemuda mengepung gedung Bank Internatio di Jembatan Merah dan menuntut agar pasukan Mallaby yang berada di dalam gedung tersebut menyerah.
Peristiwa pengepungan gedung Bank Internatio tersebut menyebabkan tewasnya Brigjen A.W.S. Mallaby. Atas terbunuhnya Brigjen A.W.S. Mallaby, Jenderal Christison memperingatkan rakyat Surabaya untuk menyerah. Namun rakyat Surabaya tidak menghiraukan peringatan Sekutu tersebut.
Selanjutnya pada tanggal 9 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum. Isi ultimatum yaitu semua pimpinan dan orang-orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjata di tempat-tempat yang telah ditentukan. Selanjutnya mereka harus menyerahkan diri dan mengangkat tangan di atas kepala. Batas waktu ultimatum adalah pukul 06.00 tanggal 10 November 1945.
Rakyat Surabaya tidak mengindahkan ultimatum Sekutu tersebut. Pada tanggal 10 November 1945 di bawah pimpinan Bung Tomo, Sungkono, dan Gubernur Suryo, rakyat Surabaya bertempur melawan Sekutu untuk mempertahankan kemerdekaan.


Usaha Mempertahankan Kemerdekaan di Berbagai Daerah

Bandung Lautan Api

Sekutu memberikan instruksi kepada Jepang untuk melindungi warga Belanda. Usaha Jepang untuk mempertahankan kota Bandung mendapat perlawanan dari rakyat Bandung. Pada waktu itu, pemimpin tentara Jepang di Bandung adalah Jenderal Mabuchi.
Tentara Sekutu mendarat di Bandung pada tanggal 17 Oktober 1945. Untuk memperlancar pasukan Sekutu memasuki kota Bandung, tentara Jepang melakukan pembersihan kota.
Pada tanggal 21 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum agar rakyat Bandung mengosongkan Bandung Utara, tetapi rakyat menolak sehingga terjadi pertempuran. Pada tanggal 23 Maret 1946, Sekutu mengeuarkan ultimatum kedua. Akhirnya rakyat mengosongkan kota Bandung Selatan dengan membumihanguskan kota Bandung.

Palagan Ambarawa

Pertempuran Ambarawa terjadi pada tanggal 20 November 1945. Peristiwa tersebut berawal ketika Sekutu mendarat di Semarang diboncengi oleh NICA. Mereka kemudian membebaskan tawanan Belanda yang ditawan di Magelang dan Ambarawa secara sepihak. NICA kemudian mempersenjatai para tawanan tersebut. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 26 Oktober 1945. Pimpinan TKR di Ambarawa, Letkol Isdiman gugur dalam pertempuran tersebut. Kedudukannya diganti oleh Kolonel Sudirman.
Pertempuran antara Sekutu dengan TKR berhenti pada tanggal 2 November 1945 setelah Presiden Soekarno dan Jenderal Bathel mengadakan perundingan gencatan senjata. Namun ternyata setelah perundingan tersebut, Sekutu menambah kekuatan pasukan yang ada di Magelang. Pasukan Sekutu kemudian mulai menyerang perkampungan-perkampungan di Ambarawa.
Pada tanggal 11 Desember 1945, Kolonel Soedirman mempersiapkan penyerangan atas kota Ambarawa. Pertempuran di Ambarawa berakhir pada tanggal 15 Desember 1945. Peristiwa tersebut dikenal dengan nama Palagan Ambarawa.

Pertempuran Medan Area

Peristiwa Medan Area diawali dengan pendaratan tentara Sekutu di Medan di bawah pimpinan Brigjen T.E.D. Kelly pada tanggal 1945. Brigjen Kelly berusaha melemahkan gerakan rakyat Medan dengan menyampaikan ultimatum agar pemuda menyerahkan senjata pada Sekutu.
Pada tanggal 1 Desember 1945, Sekutu memperkuat kedudukannya dan memasang patok-patok di sudut kota. Pemasangan patok-patok tersebut disertai dengan pemasangan papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area (Batas Resmi Wilayah Medan).
Para komandan satuan tempur TKR di Medan kemudian membentuk Komando Laskar Rakyat Medan Area. Puncak pertempuran Medan Area terjadi pada tanggal 10 Desember 1945.

Perundingan Linggajati

Karena perlawanan antara Indonesia-Belanda tak kunjung selesai, maka diadakan perundingan yang diprakarsai oleh Inggris. Pada tanggal 10-15 November 1946, diselenggarakan perundingan di Linggajati, dekat Cirebon yang dikenal dengan Perundingan Linggajati.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Profesor Schermerson.
Adapun isi dari perundingan Linggajati yaitu :
  1. Belanda mengakui kekuasaan de facto RI atas Sumatra, Jawa dan Madura.
  2. RI dan Belanda bekerja sama membentuk Negara Indonesia Serikat yang terdiri dari Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur dan Negara Kalimantan.
  3. NIS dan Belanda merupakan suatu uni yang dinamakan dengan Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Perjanjian Linggajati ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk/Istana Merdeka.

Agresi Militer Belanda I

Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melanggar isi perundingan Linggajati dengan melancarkan Agresi Militer Belanda I. Agresi tersebut mengundang kecaman dunia. India dan Australia mengajukan usul agar masalah Indonesia-Belanda dibahas dalam Dewan Keamanan PBB. Pada tanggal 1 Desember 1947, Dewan Keamanan PBB memerintahkan penghentian tembak-menembak.

Perundingan Renville

Dewan Keamanan PBB menawarkan suatu komisi yang dikenal dengan sebutan Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari tiga negara, yaitu:
  1. Indonesia menunjuk Australia sebagai wakilnya yang kemudian menunjuk Richard Kirby.
  2. Belanda menunjuk Belgia sebagai wakilnya yang kemudian menunjuk Paul van Zeeland.
  3. Australia dan Belgia menunjuk Amerika Serikat sebagai penengah yang kemudian menunjuk Dr. Frank Graham.
KTN berhasil melaksanakan perundingan antara Belanda- Indonesia yang dilaksanakan di atas kapal induk AS, USS Renville.
Isi dari Perjanjian Renville adalah :
  1. Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sumatra sebagai bagian wilayah RI.
  2. Tentara RI ditarik mundur dari Jawa Barat dan Jawa Timur ke daerah RI di Yogyakarta.
Pada perundingan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir Syarifudin, sedangkan Belanda diwakili oleh R. Abdul Kadir Widjojoatmojo.

Agresi Militer Belanda II

Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan Agresi Militer Belanda II dengan menyerbu lapangan terbang Maguwo Yogyakarta. Ir. Soekarno kemudian diasingkan ke Prapat dan Drs. Moh. Hatta diasingkan ke Bangka.
Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Bukittinggi, Sumatra Barat.
Dalam keadaan darurat tersebut, pimpinan TNI menginstruksikan kepada semua komandan TNI melalui Surat Perintah Siasat No.1 Bulan November 1948. Isi surat tersebut yaitu :
  • memberikan kebebasan kepada setiap komandan untuk melakukan serangan terhadap posisi militer Belanda.
  • memerintahkan kepada setiap komandan untuk membentuk kantong-kantong pertahanan (wehrkreise).
  • memerintahkan agar semua kesatuan TNI yang berasal dari daerah pendudukan untuk segera meninggalkan Yogyakarta dan kembali ke daerah masing-masing.

Serangan Umum 1 Maret 1949

Pada tanggal 1 Maret 1949, TNI melakukan serangan umum atas kota Yogyakarta. Serangan tersebut merupakan salah satu pelaksanaan Surat Perintah Siasat No.1/1948. Serangan Umum 1 Maret 1949 dipimpin oleh Letkol Soeharto.
Dalam serangan ini, Yogyakarta berhasil direbut kembali dalam waktu 6 jam. Keberhasilan serangan umum tersebut tidak lepas dari dukungan Sultan Hamengkubuwono IX dan rakyat Yogyakarta. Serangan Umum 1 Maret 1949 mempunyai arti penting bagi bangsa Indonesia, yaitu :
  1. meningkatkan rasa percaya diri dan semangat juang rakyat serta TNI yang sedang bergerilya.
  2. meningkatkan kepercayaan masyarakat Indonesia kepada TNI.
  3. mendukung perjuangan diplomasi.
  4. mematahkan moral Belanda.
  5. menunjukkan pada dunia internasional bahwa TNI masih mampu melakukan serangan.