Saturday, January 23, 2010

Buah Beringin dan Buah Semangka

Konon di tahun 1970, Denok masih duduk di bangku kelas 5 SD. Sekolah dimana Denok menuntut ilmu termasuk sekolah yang megah pada era itu. Di Pura Pakualaman halamannya luas dan banyak ruangan-rungan yang pada waktu itu dipergunakan untuk ruang kelas dari Kelas 1 sampai dengan Kelas 6 di sebelah Timur, sedangkan di sebelah Barat untuk ruang kantoran.
Setiap hari, Denok selalu bermain dengan senang hati. Halamannya luas, pohon sawo keciknya banyak sehingga sejuk untuk bermain sondamanda, gobag sodor, ombak banyu, bintik, dan lain-lain. Untuk di emper sekolahan, sudah berlantai bersih untuk bermain lompatan, sumbar suru, bas-basan, dan lain-lain. Adanya hanya senang dan bangga hati bisa sekolah di dalam Kraton Pakualaman.

Teman-teman Denok juga beraneka ragam. Ada yang dari Kraton cucu-cucu PA, ada yang Belanda namanya Rino Erike, ada yang anaknya sol sepatu, jualan sayuran, punya toko, jualan jambu ginggang, dll. Kebetulan pada saat itu juga Denok punya teman namanya Tole. Dia anak penjual rombengan, yaitu baju-baju bekas. Jualannya di luar Kraton yaitu Alun-alun Sewandanan namanya. Disitu banyak pohon-pohon beringin yang besar-besar. Alangkah gagahnya pohon beringin itu. Pernah saya hitung jumlahnya ada 6 (enam) pohon samping halaman kiri 3 pohon, dan samping halaman kanan ada 3 pohon. Di tengah-tengah jalan kanan kiri banyak pohon bunga tanjung yang harum, pohon kecik yang enak dimakan juga banyak di sekitar situ.

Siang itu yang sangat ramai sekali pada berteduh di Sewandanan yang rindang dan sejuk banyak jajanan seperti sate laler, gulali mayang (tulang sapi muda yang digoreng), grabyar, es lilin, es dawet, es campur, dll.

Aduh,.. kaya pasar. Disitu si Tole pulang dari sekolah kurang lebih pukul sepuluh siang, terus membantu ibunya berjualan rombengan disitu campur-campur orang-orang di halaman Sewandanan itu.

Setelah kecapaian kurang lebih pukul dua siang, Tole tertidur pulas. Disitu ia bermimpi menjadi seorang raja yang gagah, kaya raya, dikelilingi putri-putri cantik. Tole bercerita dalam mimpinya.

Alangkah bahagianya menjadi Raja Pakualaman keluar masuk istana dengan mobil mewah, bisa naik kereta kencana pada waktu hari Maulid Nabi, makan-makan, pesta-pesta, hidangan-hidangan yang mewah yang tidak pernah ditemui setiap harinya.

Baru asyik-asyiknya bermimpi, tiba-tiba buah beringin yang kecil itu jatuh tepat di hidung Tole, dan Tole pun terbangun dengan sangat kagetnya. Ibunya yang baru jualan tadi mengajak Tole untuk makan siang dengan sebungkus nasi yang dibungkus dengan daun pisang. Si Tole masih terdiam mengingat-ingat mimpinya tadi. Wow…ternyata hanya mimpi, Tole marah…, gara-gara kejatuhan buah beringin, mimpinya jadi bubar.

Ibunya berkata pada Tole, “Ayo, sayang. Makan dulu. Kenapa kamu musti marah dengan buah beringin yang kecil itu?” Tole masih letih dan kelihatan masih marah, sedih jadi satu. Ibunya berkata lagi, “Anakku, kita semua umat manusia harus bersyukur kepada Allah. Kenapa? Pohon beringin yang besar-besar dan gagah ini bisa untuk menyejukkan di siang hari yang sangat panas itu, dan Allah Maha Adil, Maha Besar, maha segala-galanya, kenapa? Pohon yang besar ini diberi buah yang kecil agar tidak membahayakan makhluk di bawahnya. Coba Tole tadi kejatuhan buah beringin yang kecil saja sudah kaget dan sakit. Tapi seandainya Allah menggantinya dengan buah semangka, apa jadinya hidungmu Tole sayang? Nah, disamping lebih sakit bukan cuma hidung yang kena, tapi kepalanya juga bisa sakit kejatuhan buah semangka yang besar itu. Makanya kita semua umat manusia bersyukurlah. Bersyukurlah, Allah berjuta-juta bahkan tidak bisa dihitung dengan apapun kenikmatan yang diberikan Allah kepada umat-Nya. Maha segala-galanya Allah SWT,” selesai ibunya bicara.

Baru Tole cepat-cepat cuci tangan dengan senang hati mengambil nasi bungkusnya dan Denok juga diajak makan bersama-sama karena Denok tadi membantu ibunya melipat dan merapikan baju rombengan yang dijualnya. Capai juga sambil makan nasi bungkus dan secangkir teh tawar aku masih mengingat-ingat kata-kata ibunya Tole tentang keagungan Allah yang digambarkan lewat pohon beringin dan pohon semangka. Iya ya, Denok baru sadar ternyata Allah maha segala-galanya.

Demikian ceritaku yang nyata di kala Denok masih duduk di bangku Sekolah Dasar yang penuh kesederhanaan, tapi hidupku sudah merasakan bermain dengan anak orang kaya, orang miskin, nyata yang kaya juga belum tentu bahagia, yang miskin kalau nerimo ya enak hidupnya.